Minggu, 06 April 2008

ASPEK-ASPEK POKOK DALAM AGAMA ISLAM

1. AQIDAH

Devinisi aqidah menurut bahasa, Kata “aqidah” diambil dari kata al-‘aqdu, yakni ikatan dan tarikan yang kuat. Ia juga berarti pemantapan, penetapan, kait-mengait, tempel-menempel, dan penguatan.


Perjanjian dan penegasan sumpah juga disebut ‘aqdu. Jual-beli pun disebut ‘aqdu, karena ada keterikatan antara penjual dan pembeli dengan ‘aqdu (transaksi) yang mengikat. Termasuk juga sebutan ‘aqdu untuk kedua ujung baju, karena keduanya saling terikat. Juga termasuk sebutan ‘aqdu untuk ikatan kain sarung, karena diikat dengan mantap.
Devinisi menurut istilah umum, Istilah “aqidah” di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan pikiran yang mantap, benar maupun salah.
Jika keputusan pikiran yang mantap itu benar, maka itulah yang disebut aqidah yang benar, seperti keyakinan umat Islam tentang ke-Esa-an Allah. Dan jika salah, maka itulah yang disebut aqidah yang batil, seperti keyakinan umat Nashrani bahwa Allah adalah salah satu dari tiga oknum tuhan (trinitas).


Istilah “aqidah” juga digunakan untuk menyebut kepercayaan yang mantap dan keputusan tegas yang tidak bisa dihinggapi kebimbangan. Yaitu apa-apa yang dipercayai oleh seseorang, diikat kuat oleh sanubarinya, dan dijadikannya sebagai madzhab atau agama yang dianutnya, tanpa melihat benar atau tidaknya.
Dalam Aqidah Islam Yaitu, kepercayaan yang mantap kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir, qadar yang baik dan yang buruk, serta seluruh muatan Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah berupa pokok-pokok agama, perintah-perintah dan berita-beritanya, serta apa saja yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih (ijma’), dan kepasrahan total kepada Allah Ta’ala dalam hal keputusan hukum, perintah, takdir, maupun syara’, serta ketundukan kepada Rasulullah dengan cara mematuhinya, menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya. Sarjana islam berpendapat bahwa unsur-unsur pembentukan aqidah terdiri dari pada :
1. Unsur akal atau pemikiran.(logik serta tidak bertentangan dengan akal)
2. Unsur iradah atau daya pemikiran. (pengkajian,bukan semata2 taklid/ikut-ikutan)
3. Unsur wujdan atau perasaan. (fitrah merasai akan kewujudan tuhan)


Ciri-ciri akidah Islamiah:
1. Ma’rifatullah (mengenali Allah swt serta beriman dengan Allah s.w.t, nama-nama Nya yang mulia serta sifat-sifat Nya yang suci dari segala kekurangan).
2. Ma’rifaturrasul (Mengenali dan mempercayai rasul-rasul yang dipilih oleh Allah untuk menerima wahyu dan menyampaikan syariat Nya serta membimbing dan memimpin manusia kepada jalan yg hak iaitu agama Allah yg sebenarnya (Islam).
3. Ma’rifatulba’thi (Mengenali serta mempercayai hari kebangkitan/hari akhirat)

Berbicara mengenai aqidah disini kami menyangkutkan mengenai aqidah & ideology.
Perbezaan akidah dan ideologi. :
Takrif Ideologi: Kajian mengenai pemikiran/sistem kehidupan bagi manusia yang bersumberkan selain dr Al-Quran dan As-Sunnah.
Contoh ideologi: Sekularisme, komunisme ,nasionalisme, sosialisme, liberalisme, dll.


AKIDAH IDEOLOGI :
1. Aqidah Islam datang daripada / bersumberkan Allah swt yg Maha Sempurna. Ideologi datang / terhasil dari pemikiran manusia yg mempunyai kemampuan yg terbatas serta kelemahan2 yg pelbagai.
2. Aqidah Islam sentiasa kekal serta tidak berubah bentuk mengikut peredaran zaman. Ideologi mudah berubah dan bertukar-tukar mengikut hawa nafsu manusia.
3. Aqidah Islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.(ekonomi,politik,sosial,pendidikan, dll.) Ideologi tidak merangkumi seluruh aspek kehidupan manusia (politik, ekonomi, pendidikan, akhlak dan lain-lain).


Ø Topik-Topik Ilmu Aqidah
Dengan pengertian menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah di atas, maka “aqidah” adalah sebutan bagi sebuah disiplin ilmu yang dipelajari dan meliputi aspek-aspek tauhid, iman, Islam, perkara-perkara ghaib, nubuwwat (kenabian), takdir, berita (kisah-kisah), pokok-pokok hukum yang qath’iy (pasti), dan masalah-masalah aqidah yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih, wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri), serta hal-hal yang wajib dilakukan terhadap para sahabat dan ummul mukminin (istri-istri Rasulullah).
Dan termasuk di dalamnya adalah penolakan terhadap orang-orang kafir, para Ahli bid’ah, orang-orang yang suka mengikuti hawa nafsu, dan seluruh agama, golongan, ataupun madzhab yang merusak, aliran yang sesat, serta sikap terhadap mereka, dan pokok-pokok bahasan aqidah lainnya.


Ada Pun Nama Ilmu Aqidah :
Nama Ilmu Aqidah Menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah
Ilmu aqidah menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah memiliki beberapa nama dan sebutan yang menunjukkan pengertian yang sama. Antara lain:
Aqidah, I’tiqad, dan Aqo’id.
Maka disebut Aqidah Salaf, Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, dan Aqidah Ahli Hadis.
Kitab-kitab yang menyebutkan nama ini adalah :
1. Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah wal Jama’ah karya Al-Lalika’iy (wafat:418 H)
2. Aqidah As-Salaf Ashab Al-Hadits karya Ash-Shobuni (wafat:449 H)
3. Al-I’tiqad karya Al-Baihaqi (wafat:458 H).

2. SYARIAH

Syari’ah dan Syir’ah adalah agama yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah, seperti puasa, shalat, haji, dan zakat. Kata syari’ah adalah turunan (musytaq) dari kata syir’ah yang berarti pantai (tepi laut). Allah Ta’ala berfirman,


“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami berikan syir’ah dan minhaj.” (QS. Al-Maidah:48)

Di dalam tafsir ayat ini dikatakan: Syir’ah adalah agama, sedangkan minhaj adalah jalan. Jadi “syari’ah” adalah sunnah-sunnah petunjuk yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya r. Dan yang paling besar adalah masalah-masalah aqidah dan keimanan.
Kata “syari’ah” seperti halnya kata “sunnah” digunakan untuk menyebut sejumlah makna:
1. Digunakan untuk menyebut apa yang diturunkan oleh Allah kepada para Nabi-Nya, baik yang bersifat ilmiah (kognitif) maupun amaliyah (aplikatif).
2. Digunakan untuk menyebut hukum-hukum yang diberikan oleh Allah kepada masing-masing Nabi agar diberlakukan secara khusus bagi masing-masing umatnya yang berbeda dengan dakwah Nabi lain, meliputi minhaj, rincian ibadah, dan muamalah. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa semua agama itu asalnya adalah satu, sedangkan syariatnya bermacam-macam.
3. Terkadang juga digunakan untuk menyebut pokok-pokok keyakinan, ketaatan, dan kebajikan yang ditetapkan oleh Allah bagi seluruh Rasul-Nya, yang tidak ada perbedaan antara Nabi yang satu dengan Nabi lainnya. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,


“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa-apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa.” (QS. Asy-Syuura:13)


Dan secara khusus digunakan untuk menyebut aqidah-aqidah yang diyakini oleh Ahli Sunnah sebagai bagian dari iman. Sehingga mereka menyebut pokok-pokok keyakinan mereka dengan istilah “syari’ah”.

3. AKHLAQ

Dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlaq diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlaq walaupun terambil dari bahasa arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperi itu tidak ditem,ukan dalam al-quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata atersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam al-quran surah Al-Qalam ayat 4. ayat tersebut dinilai sebagai konsederens pengankatan Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul.


Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada diatas budi pekerti yang agung. (Q.S. Al-Qalam [68]: 4).


Kata akhlaq banyak ditemukan di dalam hadist-hadist Nabi Saw. Dan salah satunya yang paling popular adalah :


Aku hanya diutus untuk menyempurnakan Akhlaq yang mulia.
Bertitik tolak dari pengertian bahasa diatas, yakni akhlaq sebagai kelakuan, kita selanjutnya dapat berkata bahwa akhlaq atau kelakuan manusia sangat beragama, dan bahwa firman Allah berikut menjuadi salah satu argument keanekaragaman tersebut.

Sesungguhnya usaha kamu (hai manusia) pasti amat beragam. [Q.S. Al-Lail [92]; 4].

Keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang brekaitan dengan baik dan buruk, serta dari objeknya, yakni kepada siapa kelakuan itu ditujukan.

KERANGKA BERFIKIR ILMIAH

Pada hari senin tgL 31 saya mengikuti kajian di HMJ. yg bawa materi Kanda Galang.

Sebelum memasuki apa itu kerangka, harus mendifinisi "Devinisi itu sendiri.
Devinisi adalah menjelaskan sesuatu dengan beberapa pendekatan shg sesuatu itu jelas.
Adapun syarat2 devinisi: Tidak bisa pakai kata "TIDAK, Tidak antonim, tidak sinonim, tidak panjang/luas.

Kerangka adalah sesuatu yg menyusun atau menopang yang lain, dapat berdiri dan merupakan gerak akal dari suatu titik yang lain, atau bisa juga gerak akal dari pengetahuan lama ke baru.

Berpikir adalah gerak akal dari tidak tahu menjadi tahu.
Diberpikir ini banyak perdebatan, dan materi paling panjang di materi kerangka. Kata Descrates dalam Bukunya Filsafat manusia "Aku Berpikir maka Aku Ada". Jadi ketika manusia tidak berpkir pastinya dia bukan manusia.

Apakah manusia berpikir ketika ada masalah............???
Tentunya tidak. Krn manusia setiap detik pastinya berpikir. Cuman kapasitas berpikirnya berbeda2.

Jadi ketika Menghayal, tidur, apakah manusia berpikir....................???

Untuk jawabannya banyak kajian...................!!!

Sekarang kita masuk ke "ilmiah.
Ilmiah adalah sesuatu hal/pernyataan yang bersifat keilmian, atau bisa orang menyebutnya benar.
Syarat Ilmiah:
Rasional
Analisis
Kritis
Universal
Sistematis
Untuk Lebih jelasnya banyak baca buku. Saya tidak bisa menjabarkan segala apa yang sudah saya dapat melalui kajian. Untuk cerdas harus banyak baca buku dan diskusi. Itu salah satu solusi yang di ajarkan pada kakak2 saya yang selama ini saya kenal. mereka yang membuat saya seperi ini, mereka yang memberikan kajian. mereka yang membuat motivasi agar kita punya inisiatif sendiri untuk melakukan segala hal yang positif.
Terima kasih Senior-Senior KUW......!!!

SATU SISI KEAGUNGAN ISRA` MI`RAJ

Oleh Dimitri Mahayana
"Surga dan kenikmatannya bagi orang yang bershalawat dan menyampaikan salam kepada-nya(Muhammad)"

Saya diminta untuk menyampaikan makalah tentang "Isra` Mi`raj menurut tinjauan Sains dan Teknologi." Pertama kali saya mendengarnya, saya tertawa geli sekaligus bersedih. Tertawa geli, karena bagi saya judul tersebut mirip dengan judul berikut ini "Persamaan Differensial dalam Sastra Kontemporer", atau "Analisa Suksesi Politik Indonesia dengan Menggunakan Hukum Newton", atau "Peranan Kesusastraan Jawa dalam Metodologi Disain Pesawat Ulang-Alik" dan lain-lain. Sekaligus saya pun bersedih membayangkan logic fallacies yang dialami oleh banyak orang, dan mungkin terutama, - saya sendiri.
Isra` Mi`raj dan Saintek (Saintek=Sains+Teknologi) merupakan dua hal yang mempunyai hubungan mutually exclusive dalam klasifikasi pengetahuan manusia. Isra` Mi`raj jelas merupakan satu bahasan dalam metafisika, dan secara prinsipiil ruang bahasan metafisika berbeda dengan ruang bahasan saintek. Saintek membahas hukum-hukum alam material yang empiris, sains menjawab pertanyaan what dan why dan teknologi menjawab pertanyaan for what. Sedang metafisika membahas hukum-hukum umum alam, terutama alam immaterial yang jelas non-empiris.
Mungkin sebagian orang beranggapan, " Sulit bagi saya untuk memahami Isra` Mi`raj di abad sains dan teknologi ini. Sains modern telah menemukan bahwa kecepatan maksimum materi adalah kecepatan cahaya di ruang hampa (c = 300.000 km/dt). Seperti yang telah kita ketahui cahaya merambat memerlukan waktu 500 detik ( 8,333 menit) untuk menempuh jarak bumi-matahari, dan ia perlu merambat selama 50.000 tahun hanya untuk melintasi radius galaksi Bima Sakti (The Milky Way), padahal galaksi yang ada di alam ini yang terobservasi sampai saat ini diperkirakan ada ratusan juta. Bagaimana mungkin, seseorang manusia melintasi itu semua dalam waktu semalam?"
Sekiranya tidak karena keterpaksaan yang sangat, nyaris-nyaris saya tidak ingin membahas sama sekali "kesalahan dan kebodohan hakiki" yang terungkap dalam argumen seperti ini. Argumen seperti ini benar-benar menunjukkan kesalahan sistematik kronis suatu sistem berfikir yang masih bisa disebut sebagai "otak". Yaa, untuk mengisi waktu seminar yang diberikan pada saya ini, - karena memang saya tidak mempunyai ilmu agama yang memadai untuk disampaikan-, marilah kita bahas beberapa kesalahan berfikir yang terdapat dalam argumen tersebut.
Pertama, di balik argumen tersebut terdapat suatu anggapan bahwa Isra` Mi`raj adalah suatu perjalanan yang bersifat murni material. Nabi dianggap berjalan dari satu titik ruang tertentu (Masjid Al-’Aqsha) di alam ini kesatu titik ruang tertentu di balik ujung langit (Sidratul-Muntaha) , dan menemui Tuhan di sana. Apakah mungkin bagi Tuhan terikat pada "ke-dimana-an"? Padahal Ia-lah Yang Maha Mutlak. Tidak Terbatas. Karena jika ada sesuatu yang membatasinya berarti ada sesuatu yang lebih kuasa dari-Nya. Subhanallahi ‘amma yashifuun. Perhatikan ayat berikut ini; " Wa idzaa sa`alaka ‘ibaadi ‘annii fa innii qariib"(QS Al-Baqarah 186). Allah Yang Maha Dekat terhadap Anda, terhadap saya, terhadap kita semua. Dan tentu tidak mungkin menafsirkan ayat ini dengan mengartikan dekat dalam pengertian "ke-dimana-an" material seperti di atas.
Kedua, sekiranya sekali lagi sekiranya anggapan di atas benar pun, apakah benar bahwa perjalanan ini tidak mungkin secara logis? Mungkin perlu bagi kita untuk meninjau kembali berbagai jenis kemungkinan.
Pertama, adalah kemungkinan empiris, contohnya adalah naik gunung Himalaya mungkin secara empiris.
Kedua, adalah kemungkinan saintifik, contohnya adalah mungkin membuat kereta api yang melayang di atas relnya dengan energi superkonduktor. Walaupun kereta ini belum ada secara empiris namun secara saintifik ini mungkin. Kemungkinan saintifik dan kemungkinan empiris ini relatif, berubah terhadap ruang dan waktu dan tidak bisa dipegang sebagai satu kebenaran mutlak. Secara saintifik tidak mungkin bagi seseorang masih hidup jika jantungnya telah tidak berdenyut selama seratus hari, tapi kenyataannya secara empiris ada ahli-ahli yoga India yang mampu melakukannya. Secara empiris tidak mungkin untuk bergerak dengan kecepatan 1000 kali kecepatan suara saat ini, padahal secara saintifik itu sangat mungkin (1000 kali kecepatan suara = 0,001 kali kecepatan cahaya). Secara empiris, dulu tidak mungkin orang bisa pergi ke bulan, sedang sekarang secara empiris hal itu jelas-jelas mungkin. Secara saintifik, dulu tidak mungkin bagi seseorang untuk memahami eksistensi gelombang elektromagnetik, tapi sejak Maxwell menemukannya sekarang semua mahasiswa memahaminya. Bahkan secara empiris, kita telah menikmati manfaatnya melewati TV, radio, dll.
Jenis kemungkinan ketiga adalah, kemungkinan logis. Sesuatu disebut mungkin secara logis, jika ia tidak melanggar prinsip non-kontradiksi. Apa contoh sesuatu yang tidak mungkin secara logis? Misal; sesuatu ada sekaligus tidak ada di suatu tempat dan waktu tertentu secara bersamaan. Apa contoh lain? Misal; adanya lingkaran sempurna yang luasnya tidak berbanding lurus dengan kuadrat jari-jari. Apa contoh lain yang mudah? Misal; membagi tiga keping uang seratusan logam secara merata kepada dua orang tanpa perlu membagi/menukarkan keping tersebut. Dan lain-lain. Kemungkinan logis ini tidak relatif, tapi mutlak. Tidak tergantung ruang dan waktu. Tidak tergantung kasus apapun. Ia berlaku universal. Kemungkinan logis inilah yang dapat dipakai sebagai satu ukuran logis atau tidak logis nya sesuatu secara umum. Ditinjau dari kemungkinan logis ini, misalnya, sekali lagi misalnya kita anggap asumsi model perjalanan Isra` Mi`raj yang material itu pun kita terima, tidak ada kontradiksi logis apapun di sana. Kejadian tersebut tidak melanggar prinsip non-kontradiksi. Jadi ya, sahih. Atau mungkin-mungkin saja secara logis. Sedikit lebih jauh lagi, apakah Anda mendengar suatu eksperimen akhir-akhir ini yang telah membantah Teori Relativitas dengan ditemukannya partikel yang bergerak lebih cepat dari cahaya? Mari kita tinggalkan kerangka empirisme dan saintifik yang relatif dalam memahami hal-hal yang bersifat absolut. Kembali ke struktur berfikir yang jernih. Dan logis.
Apa satu hikmah Isra` Mi`raj bagi saya, seorang teknolog yang bodoh ini? Minimal, saya menjadi menyadari pentingnya berfikir di luar kerangka empirisme dan saintek yang amat relatif. Kemudian, saya menyadari kemungkinan logis yang jauh lebih luas dan umum dari sekedar empirisme inderawiah dan saintek materialis yang dangkal. Dan mungkin, saya akan menyadari makna immaterialitas perjalanan Isra` Mi`raj Nabi Suci, jauh di atas sekedar keajaiban-nya yang mengatasi alam materi ini. Saya teringat ada satu makhluk manusia yang teramat mulia. Tubuh materialnya telah terspiritualisasi sempurna menjadi Cahaya yang lebih terang dari seluruh Cahaya material maupun immaterial lain. Seluruh wujud-nya mengalami perjalanan, atau mungkin saya lebih suka menyebutnya sebagai transformasi atau dalam istilah filsafatnya gerakan substansial (harakah al-jauhariyah), sehingga dikatakan ia mencapai "jarak substansial" terdekat terhadap Hakikat Agung Zat Suci Yang Maha Agung Maha Semarak di antara semua makhluk lain yang dicipta. Ia-lah Muhammad, Kekasih-ku, Junjungan-ku, dalam seluruh hidup-ku dan mati-ku. Ia-lah Muhammad, Kekasih Tuhan Seru Sekalian Alam. Sholallohu ‘alaihi wassalam. Sekali lagi, itu hanyalah pemahaman saya pribadi yang amat bodoh ini.
wallahu a’lam bish-showwab